Skip to main content

Status Mahasiswa Dipertanyakan: Benarkah Mereka Adalah Agen Perubahan?

Menilik ke masa lalu, mahasiswa selalu hadir menjadi garda terdepan dalam torehan sejarah di Indonesia. Contohnya saja saat visi mahasiswa menurunkan Presiden Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia terwujud pada tanggal 21 Mei 1928 di Gedung DPR.

Dikenal sebagai kaum yang tidak minim ilmu pengetahuan, mahasiswa ‘tadinya’ dipandang punya peran besar dalam upaya pemajuan bangsa. “Masa depan berada di tangan generasi muda,” begitu narasi pada awalnya. Namun, kini dengungan mahasiswa sebagai agen perubahan kerap menjadi tanda tanya besar. Masyarakat penuh dengan ketidakyakinan menganggap mahasiswa sudah tidak layak menyandang gelar tersebut. Dari mana sebenarnya keraguan terhadap mahasiswa yang merupakan kaum intelektual ini bermula?.

Korupsi, kemiskinan, tidak meratanya pendidikan, kriminalitas. Rumitnya problematika yang dihadapi oleh Indonesia pada berbagai bidang saat ini seharusnya mampu menjadi cambukan bagi mahasiswa untuk menghantarkan perubahan. Belajar di perguruan tinggi, mengisi kepala dengan berbagai ilmu pengetahuan, mendapatkan IP yang memuaskan, meraih beasiswa. Sekelebat tanggung jawab akademis yang penting tetapi perlu dikejar tanpa mengacuhkan realita sosial. Namun, mahasiswa yang seharusnya tidak diam saja menyaksikan kenyataan yang ada kerap kali tidak sadar akan potensinya. Padahal, ranah kognitif mahasiswa yang tinggi bila diimbangi dengan implementasi terhadap lingkungan dapat menghantarkan bangsa ke arah yang lebih ideal.

Upaya menjadi agen perubahan untuk memajukan bangsa tidak melulu dengan turun ke jalanan, meskipun itu salah satunya. Mahasiswa dapat memulai dari hal-hal sederhana seperti meningkatkan minat baca masyarakat dengan mendirikan taman baca. Mahasiswa juga dapat memanfaatkan kemajuan teknologi dan informasi untuk menyebarluaskan isu-isu sentral kepada masyarakat.

Untuk itu, sangat penting bagi mahasiswa sebagai agen perubahan mempertajam analisis dan terbiasa untuk berpikir kritis. Mahasiswa perlu berani menyuarakan pendapat dan menyampaikan kebenaran sehingga tidak hanya janji-janji manis yang diberikan oleh pemerintah dapat terealisasikan. Tapi Indonesia menjadi lebih baik lagi pada berbagai bidang.




Link: Baruga

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Tapak Penanda Kemapanan

  Rumah sebagai kebutuhan primer merupakan sesuatu yang dibeli dengan penuh pertimbangan. Seiring perkembangan zaman, pertimbangan untuk memilih rumah tidak hanya terbatas pada rumah tapak. Hunian yang memanfaatkan lahan dengan konsep vertikal juga dapat menjadi pilihan masyarakat. Baik rumah tapak maupun hunian vertikal, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kendati demikian, tampaknya rumah tapak masih menjadi primadona bagi masyarakat dari berbagai macam kalangan ekonomi. Sebuah tren yang apabila terus berlanjut dapat menghantarkan pada berbagai masalah.  Berdasarkan riset pasar, rumah tapak menjadi pilihan utama khususnya untuk kalangan pekerja dan keluarga muda. Dilansir dari Rumah.com, Consumer Sentiment Survey H1 2022 mengungkap bahwa di antara responden yang mempertimbangkan untuk membeli hunian dalam waktu satu tahun ke depan, sebanyak 98% memilih hunian rumah tapak, dan hanya 2% yang menjadikan apartemen sebagai pilihan utama. Tingginya minat penduduk terh

Andi Rosnaeni

Halo, saya Andi Rosnaeni, seorang mahasiswi dari Universitas Hasanuddin jurusan Ilmu Komunikasi. Saya akrab dipanggil dengan sebutan Aini oleh teman-teman. Saya senang membaca, memiliki keterampilan menulis yang baik, serta memiliki semangat yang tinggi dalam mempelajari hal-hal baru. Sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi, saya memiliki bakat dalam mengolah suatu informasi menjadi berita atau konten-konten sosial media untuk disajikan kepada masyarakat. Selama berkuliah, saya tergabung dalam Biro Penerbitan Baruga Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi, aktif menuangkan tulisan-tulisan saya untuk website Baruga, dan terlibat dalam pembuatan majalah Baruga. Pengalaman saya menjadi content writer selama enam bulan untuk Instagram ps ycho.square dan magang selama dua bulan membuat artikel lifestyle untuk website media Keker Fajar juga membantu meningkatkan keterampilan saya di bidang ini. Saya juga pernah menuangkan kekhawatiran terhadap pendidikan di Indonesia dalam bentuk tulisan berjud

Kawasan Kumuh dan Polusi Udara: Memahami Dampak Kepadatan Penduduk Terhadap Lingkungan

Kota Makassar sebagai pusat aktivitas di provinsi Sulawesi Selatan selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Meskipun bukan merupakan kota dengan wilayah terluas, Kota Makassar memiliki jumlah penduduk paling besar. Fungsional Statistisi Muda Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan, Hilda menjelaskan bahwa mereka mencatat untuk tahun 2022 di Kota Makassar terdapat 8148 penduduk per kilometer per segi. “Sekitar 1 km per segi Kota Makassar  itu rasionya sekitar 8000 penduduk, perumpamaannya seperti itu” jelasnya. Meski sudah padat, Kota Makassar selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. “Setiap tahun penduduk Makassar selalu bertambah tapi luas wilayahnya kan tetap. Jadi secara langsung itu mempengaruhi kepadatan penduduk di kota Makassar” tambahnya. Menyidik penyebab dari hal ini, Hilda menjelaskan bahwa hal itu berkaitan dengan Kota Makassar yang merupakan pusat ekonomi. “Untuk mencari ekonomi, mencari pendapatan yang lebih baik, m