Skip to main content

Daun Mayana: Si Hijau Berkhasiat Penyedap Pa’piong

 

Pa’piong, hidangan tradisional khas Toraja, Sulawesi Selatan merupakan menu daging babi yang diremas sebelum dimasukkan ke dalam bambu untuk dibakar. Meskipun banyak diminati, rumitnya proses pembuatan Pa’piong membuat menu ini tidak lumrah ditemui di warung-warung. Umumnya, Pa’piong hanya disajikan saat terdapat upacara adat masyarakat Toraja. Namun, jika ingin memakan menu ini di hari-hari biasa, terdapat satu warung di Kabupaten Toraja Utara yang menawarkan menu ini.

Warung yang berdiri di pinggir jalan tersebut tak sulit ditemukan. Hanya perlu berjalan kaki selama empat menit jika kebetulan sedang bersantai di Alun-alun Kota Rantepao. Pada bagian depan warung terdapat spanduk biru cerah bertuliskan “ Warung Pong Buri’ ”. Warna yang tampak kontras dengan kayu coklat di bagian depan warung membuat spanduk tampak jelas meski dari kejauhan.

Siang itu saat berkunjung setelah jam istirahat kantor, tampak beberapa pekerja yang melakukan aktivitas di bagian depan warung. Salah satu pekerja sedang mencuci piring, sedangkan dua pekerja lain sedang mempersiapkan bahan Pa’piong untuk esok hari.

Dibandingkan segera masuk melihat-lihat menu yang ada pada etalase, pandangan saya justru tertuju pada tumpukan daun yang berada di baskom besar. Ternyata, itu adalah daun yang akan di cuci dan dicampur dengan daging babi untuk diolah menjadi Pa’piong.

Bentuknya cukup lonjong dengan tepi yang bergerigi. Merah keungu-unguan tampak mencuat di tengah tengah tepi daun yang berwarna hijau. Daun tersebut adalah daun mayana. Namun, orang toraja menyebutnya bulunangko.

Rina, salah satu pekerja, menuturkan bahwa daun mayana merupakan tanaman khas toraja. “Daun itu ada di luar Toraja kalau orang dari Toraja yang bawa ke sana untuk ditanam. Selain itu, mungkin ada di tempat lain tapi dibikin bunga. Kalau di Toraja biasanya untuk Pa’piong atau sayur bening” ucap Rina sambil sesekali tersenyum.

Tangan Rina tak henti memisahkan daun mayana dari batangnya meski satu baskom sudah penuh terisi. “Tidak ada jumlah pastinya setiap hari buat berapa, tapi biasanya kalau daun mayana dipersiapkan segini habis” ucapnya menggambarkan banyaknya peminat Pa’piong.

Rina menjelaskan dalam satu hari biasanya terdapat 10 batang bambu. Setiap bambunya berisi 10 porsi pa’piong. Jika datang sore hari, pembeli mungkin hanya mendapati satu atau dua batang bambu. Bahkan, bisa saja Pa’piong sudah habis dan hanya bisa dipesan untuk hari esok.

Sambil menatap tumpukan daun mayana di baskom besar, ia menjelaskan bahwa daun tersebut tumbuh liar dan bebas diambil. Daun mayana yang sudah dipetik tersebut, akan ia cuci dan dicampur dengan daging babi untuk diolah menjadi Pa’piong.

“Rasanya pahit dikit tapi ga pahit amat. Pahitnya pahit enak,” gambarnya. Dibandingkan dengan daun kemangi, ia lebih teringat dengan daun bayam saat memakan daun mayana.

Sambil berbincang dengan Rina, para pembeli terus berlalu lalang berdatangan. Ruangan yang hanya berisi lima meja tersebut tampak penuh. Di tengah-tengah itu, seorang wanita tampak gesit bolak-balik menyajikan hidangan.

Ia adalah Bunga, anak dari Pong Buri’ yang memulai usaha ini. Saat ditanya, Bunga sendiri tidak tahu persis kapan orang tuanya mulai membuka warung ini. Sambil mengira-ngira, ia menyebut usaha kuliner ini sudah berumur 30 tahun.

Selama itu juga, daun mayana terus digunakan untuk membuat Pa’piong. Daun mayana bahkan justru menjadi alasan turis lokal dan mancanegara untuk berkunjung mencoba Pa’piong. “Daun mayana baik untuk tubuh. Katanya kalau di Cina daun mayana hampir sampa kaya daun mint. Makanya orang cina senang datang makan Pa’piong, karena daunnya itu” Bunga, anak dari Pong Buri’ menjelaskan kehebatan dari daun mayana dengan bangga.

Tidak hanya dari Cina, banyak turis dari mancanegara yang berkunjung untuk menikmati Pa’piong. Terlebih lagi, daun mayana juga dapat digunakan untuk menyembuhkan batuk dan mengatasi gangguan pencernaan.

Untuk menikmati menu berkhasiat di warung Pong Buri’ ini cukup mengeluarkan uang 25 ribu. Dalam sehari, menu Pa’piong pada warung ini dapat terjual hingga 200 porsi.

Comments

Popular posts from this blog

Rumah Tapak Penanda Kemapanan

  Rumah sebagai kebutuhan primer merupakan sesuatu yang dibeli dengan penuh pertimbangan. Seiring perkembangan zaman, pertimbangan untuk memilih rumah tidak hanya terbatas pada rumah tapak. Hunian yang memanfaatkan lahan dengan konsep vertikal juga dapat menjadi pilihan masyarakat. Baik rumah tapak maupun hunian vertikal, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kendati demikian, tampaknya rumah tapak masih menjadi primadona bagi masyarakat dari berbagai macam kalangan ekonomi. Sebuah tren yang apabila terus berlanjut dapat menghantarkan pada berbagai masalah.  Berdasarkan riset pasar, rumah tapak menjadi pilihan utama khususnya untuk kalangan pekerja dan keluarga muda. Dilansir dari Rumah.com, Consumer Sentiment Survey H1 2022 mengungkap bahwa di antara responden yang mempertimbangkan untuk membeli hunian dalam waktu satu tahun ke depan, sebanyak 98% memilih hunian rumah tapak, dan hanya 2% yang menjadikan apartemen sebagai pilihan utama. Tingginya minat penduduk terh

Andi Rosnaeni

Halo, saya Andi Rosnaeni, seorang mahasiswi dari Universitas Hasanuddin jurusan Ilmu Komunikasi. Saya akrab dipanggil dengan sebutan Aini oleh teman-teman. Saya senang membaca, memiliki keterampilan menulis yang baik, serta memiliki semangat yang tinggi dalam mempelajari hal-hal baru. Sebagai mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi, saya memiliki bakat dalam mengolah suatu informasi menjadi berita atau konten-konten sosial media untuk disajikan kepada masyarakat. Selama berkuliah, saya tergabung dalam Biro Penerbitan Baruga Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi, aktif menuangkan tulisan-tulisan saya untuk website Baruga, dan terlibat dalam pembuatan majalah Baruga. Pengalaman saya menjadi content writer selama enam bulan untuk Instagram ps ycho.square dan magang selama dua bulan membuat artikel lifestyle untuk website media Keker Fajar juga membantu meningkatkan keterampilan saya di bidang ini. Saya juga pernah menuangkan kekhawatiran terhadap pendidikan di Indonesia dalam bentuk tulisan berjud

Kawasan Kumuh dan Polusi Udara: Memahami Dampak Kepadatan Penduduk Terhadap Lingkungan

Kota Makassar sebagai pusat aktivitas di provinsi Sulawesi Selatan selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Meskipun bukan merupakan kota dengan wilayah terluas, Kota Makassar memiliki jumlah penduduk paling besar. Fungsional Statistisi Muda Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan, Hilda menjelaskan bahwa mereka mencatat untuk tahun 2022 di Kota Makassar terdapat 8148 penduduk per kilometer per segi. “Sekitar 1 km per segi Kota Makassar  itu rasionya sekitar 8000 penduduk, perumpamaannya seperti itu” jelasnya. Meski sudah padat, Kota Makassar selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk dari tahun ke tahun. “Setiap tahun penduduk Makassar selalu bertambah tapi luas wilayahnya kan tetap. Jadi secara langsung itu mempengaruhi kepadatan penduduk di kota Makassar” tambahnya. Menyidik penyebab dari hal ini, Hilda menjelaskan bahwa hal itu berkaitan dengan Kota Makassar yang merupakan pusat ekonomi. “Untuk mencari ekonomi, mencari pendapatan yang lebih baik, m