Kota
Makassar sebagai pusat aktivitas di provinsi Sulawesi Selatan selalu mengalami
peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Meskipun bukan merupakan kota
dengan wilayah terluas, Kota Makassar memiliki jumlah penduduk paling besar.
Fungsional
Statistisi Muda Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan, Hilda menjelaskan
bahwa mereka mencatat untuk tahun 2022 di Kota Makassar terdapat 8148 penduduk
per kilometer per segi. “Sekitar 1 km per segi Kota Makassar itu rasionya sekitar 8000 penduduk,
perumpamaannya seperti itu” jelasnya.
Meski
sudah padat, Kota Makassar selalu mengalami peningkatan jumlah penduduk dari
tahun ke tahun. “Setiap tahun penduduk Makassar selalu bertambah tapi luas
wilayahnya kan tetap. Jadi secara langsung itu mempengaruhi kepadatan penduduk
di kota Makassar” tambahnya.
Menyidik penyebab dari hal ini, Hilda menjelaskan bahwa hal itu berkaitan dengan Kota Makassar yang merupakan pusat ekonomi. “Untuk mencari ekonomi, mencari pendapatan yang lebih baik, mencari tempat tinggal yang lebih baik itu mereka masuk ke wilayah perkotaan. Jadi untuk memperoleh pekerjaan, pendidikan, fasilitas kesehatan yang layak, itu kan semua ada di kota Makassar, pusat wisata juga ada di Makassar. Jadi itu merupakan faktor penarik dari luar untuk orang masuk dan tinggal di kota Makassar” paparnya.
Kawasan Kumuh
Di
tengah banyaknya faktor yang mengakibatkan Kota Makassar semakin padat
penduduk, ketersediaan lahan hunian justru semakin berkurang. Jumlah penduduk
yang semakin banyak mengakibatkan berubahnya fungsi lahan di perkotaan.
Masyarakat yang baru masuk ke Kota Makassar pun akan kesulitan memperoleh rumah
yang layak.
Siang
itu beberapa mahasiswa datang untuk melihat langsung kondisi di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang berlokasi di Kel. Antang, Kota Makassar. Kerutan di
kening disertai cucuran keringat menyiratkan terik matahari. Tadinya mereka
ingin berjalan setelah kondisi jalan tak terlalu ramai. Namun, kemacetan seakan
tak mau selesai. Truk-truk besar bermuatan sampah terus berdatangan saat
kendaraan lain masih terhenti di tempat. Akhirya, mahasiswa tersebut menyusuri
tepi jalan sempit menuju gang yang mengarah ke TPA.
Belum
masuk ke gang, sudah tampak tumpukan sampah menjulang tinggi. Berkali-kali
lipat lebih tinggi dari atap rumah warga dan pohon-pohon sekitar. Bau semakin
menyengat saat semakin dekat dengan tumpukan sampah. Saat itu juga salah satu
lorong yang sempit menarik perhatian. Di sana, terdapat beberapa rumah dengan
ukuran kecil berdempet-dempetan. Beberapa wanita paruh baya sedang memilah
sampah sedangkan anak-anak bercengkrama dekat dari karung-karung tumpukan
sampah.
Makassar
yang identik dengan kemegahannya memiliki sisi seperti ini. Begitu padatnya
kota Makassar sehingga kawasan kumuh pun menjadi pilihan. Padahal, terdapat
banyak tantangan yang menjadi pertimbangan saat tinggal di tempat seperti ini.
“Semakin padat penduduk, mereka akan mencari
tempat tinggal yang menurut mereka bisa mereka dapat dengan uang yang mereka
punya. Kalau misalnya tidak mendapatkan itu, mereka akan tinggal di kawasan
pinggiran yang harganya lebih murah. Itu akan menciptakan kawasan kumuh” jelas
Fungsional Statistisi Muda Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan
tersebut.
Menurut
Hilda, kawasan kumuh yang terus ada dalam jangka panjang akan mempengaruhi
masalah kesehatan. “Kualitas hidup mereka juga tentu jauh berbeda, ada di bawah
standar karena dari sisi tempat tinggal aja mungkin mereka tinggalnya di rumah
tidak layak huni, luasnya mungkin tidak mencukupi untuk jumlah orang yang
tinggal di situ. Belum tentu mereka punya akses ke air bersih, itu otomatis
mempengaruhi kesehatan mereka” jelasnya.
Melihat
kawasan kumuh yang timbul di tengah kepadatan penduduk maka pemerataan
pembangunan sangat diharapkan. Setidaknya dengan demikian masyarakat tidak
berbondong-bodong ke kota untuk mendapatkan fasilitas yang tidak bisa mereka
nikmati di daerahnya.
Sedangkan,
untuk daerah perkotaan yang sudah terlanjur padat, pemerintah dapat membangun
atau memperbaiki infrastruktur seperti jalan, saluran air, dan listrik. Hal itu
diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan terciptanya
lingkungan yang lebih layak huni dari sebelumnya.
Selain itu, untuk menjaga lingkungan diperlukan upaya memperbaiki sistem pengelolaan sampah, meningkatkan akses ke air bersih, serta gencar mensosialisasikan praktik berkelanjutan seperti penghijauan.
Tingginya Polusi Udara
Tidak
hanya kawasan kumuh saja, masalah lain yang berhubungan dengan pertambahan
jumlah penduduk adalah polusi udara. Pada tahun 2022, polusi
partikel 2,5 mikron atau dikenal sebagai PM 2,5 di Indonesia dilaporkan mencapai
30.4 µgram/m3. Menjadikan polusi partikel
di Indonesia yang terburuk ke-26 secara global.
Padahal berdasarkan laporan IQAir, polusi udara terus menjadi persoalan lingkungan terbesar yang beresiko terhadap kesehatan. Kelompok yang terus menerus terekspos dengan udara buruk rentan mengalami gangguan kesehatan seperti penyakit asma, kanker, paru-paru, jantung, hingga mengalami kematian.
Food
Waste
Polusi udara tidak
hanya berasal dari sektor transportasi. Food waste yaitu sisa makanan di piring yang pada akhirnya dibuang turut
mencemari lingkungan dan mengakibatkan pemanasan global. Oleh karena
itu, food waste seharusnya dihindari.
Akan tetapi, menurut laporan dari FAO (Food and Agriculture Organization of the United Nations), sekitar 1/3 makanan yang diproduksi di dunia terbuang setiap tahun. Aksi buang-buang makanan ini terjadi tidak terkecuali di Indonesia yang menurut catatan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada 2019 menyumbang 23-48 ton sampah makanan per tahun. Indonesia bahkan pernah masuk dalam daftar negara ke-2 yang paling banyak menyumbang sisa makanan menurut data Economist Intelligence Unit pada 2016 dengan jumlah 300 kilogram (kg) per individu setiap tahun.
Dampaknya Kepada Lingkungan
Limbah food waste yang tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan polusi udara. Makanan menumpuk dapat menghasilkan gas metana serta karbon dioksida yang dapat merusak ozone. Apabila terus berlanjut lapisan ozone yang rusak dapat menyebabkan es di bumi mencair akibat ketidakstabilan suhu bumi.
Begitu berbahayanya
sampah sisa makanan bagi lingkungan. Bahkan,
menurut laporan dari organisasi non-profit Rethink Food Waste through Economics
and Data (ReFED), memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak sampah
makanan terhadap lingkungan dapat mencegah 7,41 juta ton emisi gas rumah kaca.
Untuk menghindari masalah global yang mempengaruhi keberlanjutan
lingkungan tersebut maka diperlukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang dampak negatif dari food waste serta cara untuk
menguranginya.
Dari sisi masyarakat perlu merencakanan makanan dengan bijaksana.
Contohnya, membuat daftar kebutuhan sebelum berbelanja, mengambil porsi makanan
yang tepat, atau mengolah sisa makanan yang dapat dimanfaatkan kembali menjadi
hidangan baru.
Comments
Post a Comment